Kamis, 17 November 2016

Let's Begin...

New chapter in my life,... what it is?

Kurang dari sebulan lagi aku akan pindah rumah. Bukan seluruh keluarga ku pindah, tapi hanya aku dan suami yang akan berpindah ke tempat tinggal baru, ke daerah baru. Berawal dari suami yang mendapatkan pekerjaan baru di salah satu tv swasta di daerah Jakarta timur. Jarak yang tentu saja jauh jika dilaju dari tempat tinggal orangtua kami (dimana kami tinggal saat ini) di daerah Depok. Maka kami memutuskan sudah saatnya kami keluar dari sarang. Sebenarnya cukup telat keluar dari sarang setelah menikah, namun saat ini banyak pasangan muda yang masih tinggal dengan orangtua/mertuanya dengan berbagai alasan pribadi. 

Suami semenjak kuliah sudah keluar dari sarang dan bersarang di berbagai macam rumah (saudara) atau tempat kos. Ia sudah sangat terbiasa berhubungan ataupun hidup bukan hanya dengan orangtua/keluarga intinya saja. Cukup terlihat fleksibel. Namun untukku, ini adalah kali pertama aku akan meninggalkan sarangku. Hidup terpisah dari orangtua dan kakakku. Sedari lahir hingga menikah aku selalu tinggal dengan mereka. Bahkan saat kuliah, dimana teman mahasiswa lain memilih untuk berpetualang ditempat kos, aku masih bahagia berpetualang hanya sampai malam kemudian pulang kembali ke sarang. Setelah menikah pun, karena aku masih tinggal dengan orangtua, sedikit banyak aku masih bisa bergantung pada mereka dalam urusan mengurus rumah (tugas rumah kami bagi-bagi, bahkan dengan orangtua). Namun nanti saat aku pindah, maka aku akan menjadi penanggung jawab tunggal tempat tinggal kami (aku dan suami). Betapa excitednya diri ini! ^^,

Beberapa waktu lalu aku sempat berlinang air mata jika mengingat aku akan berpindah rumah menuju kontrakan istana ku (sebut aku lebay, tak masalah, karena ini yang kurasakan). Aku merasa agak sedih karena harus meninggalkan orangtua ku. Cukup campur aduk pikiranku, seperti segala hal yang mereka lakukan untukku, belum dapat aku balas, dan berbagai macam hal lainnya. Namun di satu sisi, aku merasa memang ini saatnya aku melihat tetanggaku dari pandangan ku sendiri, bukan dari bayangan rumah orangtuaku. Dan sudah saatnya tetanggaku (nantinya) melihatku tanpa melihat orangtuaku. Aku jadi cukup mahfum sekarang, mengapa pada waktu menikah aku tidak banyak menangis, karena tanpa sadar mungkin aku tahu bahwa aku masih akan tinggal dengan mereka setelah menikah.

Untuk pencarian kontrakannya sendiri, ternyata cukup sulit mencari kontrakan yang sesuai dengan yang diinginkan (apalagi kalau kantong pas-pasan :p). Kami sudah mencoba berbagai macam cara yang kami anggap patut untuk dilakukan, mulai dari menghubungi kenalan yang memiliki tempat tinggal disekitar wilayah, menelurusi melalui dunia maya, hingga berkeliling on the spot keluar masuk gang. 

Dari pencarian itu kami menemukan tiga kandidat kontrakan:
- Yang pertama, dari temanku di kantor lama, cukup adem kalau dilihat,1 ruang tamu, 1 kamar, dapur dan kamar mandi, ada tempat menjemur pakaian, pompa air sendiri, bisa kontrak bulanan, jarak lebih dekat dari gang ke jalan besar, ada batasan dengan rumah sebelah. namun tidak ada tempat cuci piring dan gang masuknya cukup sempit, bahkan motor VNnya suami tidak bisa masuk (stangnya nyangkut). 
- Yang kedua, kami dapat saat berkeliling on the spot. Dua kamar, 1 ruang untuk ruang tamu sekaligus dapur, dan 1 kamar mandi, kekurangannya tidak ada tempat cuci piring, pompa air berbarengan dengan yang lain, terasa cukup panas, tidak ada batasan dengan rumah sebelah, jarak cukup jauh dari jalan besar, dan sewa harus tahunan (harga lebih mahal dari yang pertama).
- Yang ketiga, kami dapat saat berkeliling on the spot juga. 3 petak, ruang depan, tengah dan dapur kecil. ada kamar mandi, ada tempat cuci piring, terasa adem. Namun kekurangannya pompa air bersama, tidak ada kamar, tidak ada batasan dengan rumah sebelah, dan jaraknya cukup jauh dari jalan besar, untuk harga sewa sama dengan yang pertama.

Minggu ini sepertinya aku dan suami akan berkunjung lagi kesana untuk menentukan yang mana akan kami sewa. Suami bahkan sampai rela mengganti stang motor VNnya menjadi standar kembali, agar muat masuk ke dalam gang pilihan pertama. Untuk saat ini aku masih perlahan menuliskan list barang-barang yang akan kami bawa dari rumah ataupun kami beli.

Semoga semuanya berjalan dengan lancar dan baik untuk kedepannya ^^.

Selasa, 01 November 2016

Chocolava

Seharusnya ini postingan di hari sabtu minggu lalu, tapi karena belum sempat walau niat sudah ada, maka akhirnya si "realisasi" ketinggalan oleh si "niat" (...)

Eniwei, sabtu minggu lalu, adik ipar lagi datang liburan kerumah. Doi cukup doyan ngemil. Daripada beli cemilan yang belum jelas, terpikir ada resep chocolava yang cukup mudah, pun bahannya gampang didapat.  Akhirnya berusaha untuk menjadikan resep itu bisa di icip :p

Oia, resep ini didapatkan dari fb. Resep by Deti zahra, tapi di recooked oleh Dapur Mima.

Bahan :
- 2 butir telur
- 1 sdm gula halus/gula pasir
- 2 sdm tepung terigu
- 1 sdm coklat bubuk
- 50gr dark coklat batangan (di rumah lagi adanya coklat putih, bisa juga dipakai)
- 2 sdm margarin
- 1 sachet SKM coklat

Cara membuat :
1. Lelehkan (tim) coklat dan margarin. Sisihkan
2. Kocok gula dan telur sampai berbusa
3. Masukkan tepung terigu dan coklat bubuk, aduk rata
4. Masukkan skm coklat. Aduk lagi
5. Masukkan margarin dan coklat yang sudah di lelehkan
6. Siapkan cetakan, olesi dengan margarin agar tidak lengket. Masukkan adonan (jangan penuh)
7. Kukus 3 atau 4 menit dengan panci atau 7 menit dengan rice cooker.

Kalau dari comment yang nyobain sih pada bilang enak, tidak kemanisan. Tapi pada bilang coklat yang didalamnya kurang encer ^^. Mungkin karena makannya sudah hampir dingin. Karena coklat didalamnya akan ikut mengeras. Oia mengkukusnya jangan kelamaan, karena nanti akan jadi brownies.

Selamat berkreasi!