Rabu, 06 Januari 2016

Aku Ibu...

20-12-15

Di Sore yang masih gerimis ini, aku berusaha untuk mengungkapkan beberapa pikiran, perasaan, kejadian yang beberapa waktu ini aku hadapi dan cukup menguras jiwa serta raga.

Aku sudah menjadi Ibu, Aku sudah melahirkan, di tanggal 2 desember 2015, buah hati yang sudah ditunggu akhirnya lahir, setelah melewati dua hari yang berasa panjang.

 Mencoba untuk melahirkan normal, awalnya, di tanggal 30 November 2015, sore hari sekitar pukul 5 sore, saat akan mandi, aku merasakan ada air bening licin yang mengalir dari vagina. Aku panggil keluarga, karena waktu perkiraan lahir yang telah lewat (diperkirakan tanggal 26 November 2015) kami mengira itu air ketuban yang pecah. Alhamdulillah bertepatan suami pulang kerja, kami langsung berangkat ke Rumah Bersalin DJ yang berada tidak terlalu jauh dari rumah (sekitar 15 menit perjalanan menggunakan motor). Disana kami bertemu dengan obgyn yang biasa memeriksaku, dr.RG. Dia berkata bahwa ini bukan air ketuban, ini lendir, tidak ada namanya air ketuban yang merembes. Dan setelah di lakukan pemeriksaan dalam, sudah ada pembukaan 1cm. Karena besoknya, tanggal 1 merupakan tanggal yang telah ditentukan untuk dilakukan induksi (akibat telah lewat 5 hari dari HPL), maka aku diperkenankan untuk langsung menginap di Rumah Bersalin DJ, agar dapat sekalian dipantau.

Malam pertama di RB DJ, suami yang menemani, tidurku tidak nyenyak karena harus terbangun setiap 1 jam atau setengah jam sekali karena sudah mulai merasakan adanya kontraksi. Sampai pagi hari pembukaan belum terlalu banyak. Dan Jam 8 malam suster sudah mendapatkan instruksi untuk dilakukan induksi, pembukaan sudah mencapai pembukaan 5. Setelah dilakukan induksi, rasanya sungguh tidak tertolong, benar-benar perjuangan untuk melewati itu semua (makanya ada sebutan surga ada di telapak kaki ibu). Dari malam sampai pagi suster selalu melakukan pemeriksaan untuk melihat sudah pembukaan berapa, dan pengecekan air ketuban masih bening. Saat sudah memasuki dini hari menuju subuh di tanggal 2 Desember 2015, sudah berasa tak kuat tubuh ini menahan kontraksi serta mules yang begitu kuat, induksi sempat diberhentikan beberapa saat. Setelah di cek, sudah pembukaan 8. Namun pembukaan itu hanya sampai situ saja, dokter bilang datang jam 8 pagi namun baru menampakkan diri pukul 10 pagi. Setelah di cek, pembukaan pun tetap 8, kepala bayi masih belum turun karena posisi tidak lurus, dan air ketuban pun sudah mulai keruh. Akhirnya keputusan dokter untuk merujuk secar ke RS.H.

Tiba di RS.H, secar dilakukan sekitar pukul 12 siang. Pembiusan untuk operasi sc hanya setengah badan atau local, sehingga dari dada hingga kepala tidak dibius, aku sadar. SubhanAllah, MasyaAllah, Alhamdulillah. Aku mendengar tangisannya, anak yang sudah ku kandung selama 9 bulan lebih. Banu Nabhan Abdullah sudah lahir ke dunia. Aku sudah menjadi Ibu. Lega rasanya, lelah yang sudah menggelayut karena kontraksi selama 2 hari akhirnya terbayar. Karena rasa lelah itu akhirnya aku tertidur di meja operasi. 

Aku dibangunkan saat operasi sudah selesai. Dibawa keruang tunggu operasi (tak tahu apa namanya). Suami menghampiri, dia bilang sudah mengadzankan Banu, namun belum mengkhomatkan, karena Banu terkena anemia dan nafasnya agak berat, sehingga harus langsung di bawa ke NICU untuk ditangani, suamiku harus mencari RS yang memiliki alat yang lebih lengkap untuk Banu. Dia berkata akan coba menghubungi RS lain. Setelah suami pergi, aku lihat di kasur sebelah, ada wanita yang aku pikir usianya tidak terpaut jauh, habis melakukan operasi juga, dan ternyata operasi yang dilakukannya adalah operasi pengangkatan ovum telur karena terkena kista. Wanita ini menangis berkali kali entah karena sakitnya atau karena ovum telurnya yang diangkat. Aku sempat bertanya “operasi apa mb?” dia hanya menunjuk perutnya. Aku pun berkata “sabar ya mba….”. Ya Allah, bebannya sungguh berat. Setelah itu aku tertidur.

Begitu aku bangun (aku tertidur sekitar 2 jam), suami sudah berdiri di samping tempat tidurku. Mukanya terlihat mendung, aku tahu ada yang tidak beres. Dia terbata-bata antara ingin memberitahu atau tidak. Begitu dia bilang “dedek….” Aku tahu anakku telah meninggal. “meninggal ya….?” Begitu sautku. Dia mengangguk dan “aku udah omelin dedek, ibu sudah susah payah lahirin, kok malah ditinggalin” saat itu pecah sudah tangisku, dia memelukku, dan kami menangis bersama. Saat itu kudengar sebelahku pun menangis.

Aku dibawa untuk melihat anakku, anak yang belum sempat kulihat semasa hidupnya, hanya tangisan pertamanya yang aku dengar. Aku memeluknya, menciumnya, putih kulitnya halus kulitnya, lembut kulitnya, wajahnya yang begitu mirip aku dan suami, kecil mungil tangan dan kakinya. Bayiku dengan berat 3290 gram dan panjang 50 cm, telah dipanggil kembali oleh Allah SWT. 

Air mata ini takkan pernah habis untukmu, namun Ibu harus bisa ikhlas melepasmu. Karena Allah begitu menyayangi mu, karena Allah begitu menyayangi Ibu dan Ayah. Karena kamu bukan milik kami, Semua adalah milik-NYA.

Kelak kita akan bertemu lagi nak, kau telah menemani ibu untuk puasa full di bulan Ramadhan, mengikuti shalat tarawih, dan menemani ibu khatam Al-Quran bahkan hampir 2x khatam saat mengandungmu.

Terima kasih banyak nak. Semoga Allah SWT memberi kemuliaan kepadamu nak, seperti namamu. Banu Nabhan Abdullah (Hamba Allah laki-laki yang diberi kemuliaan).




4 komentar:

  1. Meskipun atte bkn sseorg yg mengandung dan melahirkan km tp atte sgt2 merasakan kehilangan kamu nak..tp gpp, Allah lebih menyayangi km syg dr kita yg ada dibumi..
    semoga kita bisa ketemu dan bermain2 di surganya Allah ya nak.. love u Banu Nabhan Abdullah

    BalasHapus
  2. Walaupun belum sempat ketemu didunia, tapi udah terlanjur sayang sama Banu Nabhan Abdullah :) .. Semangat buat Ibunya, Allah selalu memberikan senyum dibalik kesedihan

    BalasHapus
  3. W pun ngerada bgt khilangan Banu sof...amp skg foto ny w simpen. Sabar n trs smgt ya..

    BalasHapus