Kamis, 07 Januari 2016

Pikiran Nikah...

Rumah tangga masih menjadi misteri bagiku. Terkadang terasa hanya dijalani saja. Tidak terlalu terasa bedanya dengan saat masih belum terikat. Hanya dapat bersamanya sepanjang waktu, bahkan waktu-waktu terlarang sebelum terikat, karena saat ini tidak ada batasan sama sekali. Saling menjaga, bahkan di waktu paling membosankan sekalipun. Bullshit jika tidak ada rasa bosan didalam suatu hubungan. Cinderella sekalipun jika dikisahkan benar-benar ada, akan ada saat bosan dengan ‘prince charming’nya. Tapi aku bilang seperti ini bukan berarti saat ini aku sedang bosan, no. ini hanya pikiran yang bisa terjadi dalam sebuah pernikahan.

Melihat bahwa tahun 2014 sampai tahun ini merupakan serentetan pernikahan dari orang-orang yang aku kenal, jadi pengen mengulasnya aja, mengulas ngalor ngidul yang gak perlu pakai panduan, karena ulasan ini hanya ungkapan pikiran pribadi semata. Gak perlu juga di komentari dengan pedas apabila tidak setuju, hanya perlu sentuhan lembut saja apabila ingin mengingatkan, tapi juga perlu diingat, tidak semua keinginan kita dapat diikuti oleh orang-orang yang bukan kita.

Eniwei, balik lagi ke pernikahan, awal nikah gak terlalu punya pikiran macem-macem, dalam artian gak ada tuh yang namanya membuat visi misi kaya papan yang terpampang di pintu masuk sma aku dulu. Kok semuanya berasa let it flow aja, hanya karena sudah pacaran cukup lama, bahkan untuk ukuran lulus kuliah sekalipun (udah  lulus s1 dan s2 x)dan setelah pacaran, jenjang selanjutnya adalah menikah, ya kalau buruknya, putus  -_-“. Berawal dari sebuah pikiran iseng sebenernya, saat datang ke nikahan sodara, dirasa umur juga sudah berani ngomongin masalah nikah, iseng nyeletuk ke bokap “pak, aku mau nikah 2 thn lagi” hmm..kukira reaksi bokap akan seperti apa, melihat yang ngomong adalah putri bungsunya yang paling disayang (eaa), apalagi melihat kakak belum menikah. Namun … sejujurnya aku lupa bagaimana reaksinya, mungkin dalam hati kaget, tapi dia dapat menguasainya dengan baik, karena sama sekali tidak terlihat hal itu di raut wajahnya. Reaksi yang aku lupakan itu adalah reaksi persetujuan, karena setelahnya aku mantab menjalankan keinginan ku.

Ungkapan keinginan paling tidak sudah di dengar oleh ortu, walaupun saat itu belum tahu bagaimana selanjutnya. Rencana kedua adalah berbicara dengan yang mau diajak nikah. Melihat saat itu, makhluk tampan ini baru saja menyelesaikan kuliahnya. Sama, tidak sulit berbicara dengan pria ini, karena kami sudah tahu mau dibawa kemana pacaran lama kami ini, hanya saja waktu yang belum dibicarakan. Dan waktu dua tahun itu digunakan untuk merencanakan semuanya. Baik dari persiapan masing-masing pribadi, sampai persiapan buang-buang duitnya. 

Kenapa aku bilang buang-buang duit? Karena memang dananya serasa dibuang-buang, banyak alasan dibelakangnya, “Cuma sekali seumur hidup”, “acara yang pantas”, “anak perempuan satu-satunya”, dll. Padahal yang lebih kurang pun tak masalah, tapi yasudahlah, keinginan tetaplah keinginan, dituruti saja daripada terhambat niat baik untuk menikah. Jadi banyak alasan bagi pasangan lain jika di Tanya kapan menikah, salah satu jawaban yang akan muncul dari sekian banyak jawaban antah berantah lainnya “nanti ya, lagi ngumpulin biayanya” karena itu tadi, kesan yang ditimbulkan kata pernikahan adalah pesta, dimana pesta atau resepsinya mesti mewah, atau terlihat mewah. Seharusnya yang perlu dikumpulkan sebenarnya keberanian diri atas komitmen, untuk menjaga pernikahan itu gak Cuma terlihat mewah di awal, tapi mewah cintanya sampai akhir.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar