Rumah tangga masih menjadi
misteri bagiku. Terkadang terasa hanya dijalani saja. Tidak terlalu terasa
bedanya dengan saat masih belum terikat. Hanya dapat bersamanya sepanjang
waktu, bahkan waktu-waktu terlarang sebelum terikat, karena saat ini tidak ada
batasan sama sekali. Saling menjaga, bahkan di waktu paling membosankan
sekalipun. Bullshit jika tidak ada rasa bosan didalam suatu hubungan.
Cinderella sekalipun jika dikisahkan benar-benar ada, akan ada saat bosan
dengan ‘prince charming’nya. Tapi aku bilang seperti ini bukan berarti saat ini
aku sedang bosan, no. ini hanya pikiran yang bisa terjadi dalam sebuah
pernikahan.
Melihat bahwa tahun 2014 sampai
tahun ini merupakan serentetan pernikahan dari orang-orang yang aku kenal, jadi
pengen mengulasnya aja, mengulas ngalor ngidul yang gak perlu pakai panduan,
karena ulasan ini hanya ungkapan pikiran pribadi semata. Gak perlu juga di
komentari dengan pedas apabila tidak setuju, hanya perlu sentuhan lembut saja
apabila ingin mengingatkan, tapi juga perlu diingat, tidak semua keinginan kita
dapat diikuti oleh orang-orang yang bukan kita.
Eniwei, balik lagi ke pernikahan,
awal nikah gak terlalu punya pikiran macem-macem, dalam artian gak ada tuh yang
namanya membuat visi misi kaya papan yang terpampang di pintu masuk sma aku
dulu. Kok semuanya berasa let it flow aja, hanya karena sudah pacaran cukup
lama, bahkan untuk ukuran lulus kuliah sekalipun (udah lulus s1 dan s2 x)dan setelah pacaran,
jenjang selanjutnya adalah menikah, ya kalau buruknya, putus -_-“. Berawal dari sebuah pikiran iseng
sebenernya, saat datang ke nikahan sodara, dirasa umur juga sudah berani
ngomongin masalah nikah, iseng nyeletuk ke bokap “pak, aku mau nikah 2 thn
lagi” hmm..kukira reaksi bokap akan seperti apa, melihat yang ngomong adalah
putri bungsunya yang paling disayang (eaa), apalagi melihat kakak belum
menikah. Namun … sejujurnya aku lupa bagaimana reaksinya, mungkin dalam hati
kaget, tapi dia dapat menguasainya dengan baik, karena sama sekali tidak
terlihat hal itu di raut wajahnya. Reaksi yang aku lupakan itu adalah reaksi
persetujuan, karena setelahnya aku mantab menjalankan keinginan ku.
Ungkapan keinginan paling tidak
sudah di dengar oleh ortu, walaupun saat itu belum tahu bagaimana selanjutnya.
Rencana kedua adalah berbicara dengan yang mau diajak nikah. Melihat saat itu,
makhluk tampan ini baru saja menyelesaikan kuliahnya. Sama, tidak sulit
berbicara dengan pria ini, karena kami sudah tahu mau dibawa kemana pacaran
lama kami ini, hanya saja waktu yang belum dibicarakan. Dan waktu dua tahun itu
digunakan untuk merencanakan semuanya. Baik dari persiapan masing-masing
pribadi, sampai persiapan buang-buang duitnya.
Kenapa aku bilang buang-buang
duit? Karena memang dananya serasa dibuang-buang, banyak alasan dibelakangnya,
“Cuma sekali seumur hidup”, “acara yang pantas”, “anak perempuan satu-satunya”,
dll. Padahal yang lebih kurang pun tak masalah, tapi yasudahlah, keinginan
tetaplah keinginan, dituruti saja daripada terhambat niat baik untuk menikah.
Jadi banyak alasan bagi pasangan lain jika di Tanya kapan menikah, salah satu
jawaban yang akan muncul dari sekian banyak jawaban antah berantah lainnya
“nanti ya, lagi ngumpulin biayanya” karena itu tadi, kesan yang ditimbulkan
kata pernikahan adalah pesta, dimana pesta atau resepsinya mesti mewah, atau
terlihat mewah. Seharusnya yang perlu dikumpulkan sebenarnya keberanian diri atas
komitmen, untuk menjaga pernikahan itu gak Cuma terlihat mewah di awal, tapi
mewah cintanya sampai akhir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar